Hidup itu Pilihan


hidup adalah pilihan
Ketika seseorang bertanya : “bagaimana, sekolahnya sudah selesai?” saya hanya bisa menggeleng dan tersenyum malu karena memang seharusnya saya sudah lulus akhir tahun ini namun karena satu dan lain hal maka saya masih berkutat dengan kesibukan kantor dan tesisnya tersendat-sendat. Jadi karena sibuk bekerja? Hmm.. saya bilang pada diri saya, ini bukan salah siapa-siapa… ini pilihan saya, memprioritaskan dulu urusan yang saya anggap lebih mendesak ketimbang urusan yang lainnya. Ini hidup saya, tentu saya yang harus mengendalikan, tentu saya yang harus bisa memilah dan memilih mana yang harus saya dahulukan karena saya tau persis kemampuan saya tak memungkinkan semua selesai dalam waktu bersamaan bila saya menginginkan kesuksesan di keduanya… Satu persatu lebih masuk akal bagi saya dan berharap itu lebih optimal.
Saya belajar dari ayah saya bahwa semua tindakan kita, perasaan kita, semua adalah pilihan-pilihan kita sendiri dan tentunya karena kita yang sudah memilih maka kita harus bersiap dengan tanggungjawab yang ditimbulkannya. Hal sederhana, saya terkadang kesal dengan ruangan kumpul keluarga yang berantakan saat saya pulang kerja, dan biasanya rasa kesal saya akan secara tidak langsung mempengaruhi sikap saya, mengurangi respon saya pada anak-anak dan pada akhirnya seringkali mengakhirinya dengan mengomel yang justru malah membuat saya semakin lelah. Rasa kesal yang timbul sebenarnya tanpa saya sadari adalah pilihan saya sendiri. Karena sesungguhnya bisa saja saya memilih perasaan lainnya, misalnya menghadapi dengan tenang dan melihat hal itu sebagai sesuatu yang biasa karena aktivitas terbanyak anak-anak adalah di ruang keluarga dan lebih baik ruang keluarga saya berantakan yang menandakan anak-anak bergerak daripada ruang keluarga yang lengang tanpa hawa kehidupan…
sebenarnya mudah ya? Lantas kenapa ya kita seringkali melemparkan kesalahan pada orang lain untuk menenangkan diri kita ketimbang kita bereaksi yang lebih baik dengan cara berdamai dengan pikiran dan hati kita yang jelas-jelas bisa kita kendalikan sendiri..

Hari ini seseorang kembali bertanya : “kenapa jadi kamu yang beres-beres ruang kerja ? kan bisa tinggal suruh orang saja membereskan..” sebenarnya jika saya sedang sangat sibuk sih memang seringkali saya minta orang lain membantu saya membereskannya. Tapi hari ini saya sedang ingin berbagi pada rekan-rekan saya yang pastinya terganggu dengan ruangan yang berantakan.. jadi susah lewat, susah beraktivitas karena barang-barang yang menumpuk. Dengan senang hati saya bantu membereskannya, terlihat lebih rapi dan lebih luas.. ini mungkin pekerjaan sepele yang hanya butuh waktu sekitar 15 menit saja, tapi dampaknya saya jadi lebih berbahagia, saya perhatikan orang juga jadi lebih mudah lalu lalang dan tidak lagi terganggu dengan tumpukan-tumpukan barang yang tidak beraturan.

Jika saja saya bisa memelihara sikap ini dan banyak melakukan hal-hal kecil di sela kesibukan saya yang mungkin bisa memberi manfaat bagi rekan-rekan saya ini, sebenarnya saya sedang terus menerus membuat pilihan dan semoga pilihan-pilihan saya tepat dan bisa membahagiakan…
“sungguh segala sesuatu yang besar dimulai dari hal yang sederhana”


Leave a Reply