Shalat Jumat


sembahyang-raya-sembahyang-jumaat
Seperti sudah menjadi kebiasaan buat anak-anak, bila hari Jum’at kedapatan tanggal merah (libur), maka mereka pasti meminta ayahnya mengajak mereka melakukan shalat Jum’at di luar komplek rumah. Biasanya, mereka melakukan shalat Jum’at berkeliling, mulai dari mesjid Istiqamah di daerah cibeunying, mesjid Salman, mesjid Ukhuwah di Wastukencana, mesjid Agung, atau mesjid kecil lain yang kebetulan tersinggahi karena waktu yang tidak cukup untuk mencapai mesjid besar yang telah direncanakan untuk dikunjungi.

Dan hari ini adalah hari Jum’at, mereka semua libur. Saya tak tega ketika mereka merengek-rengek meminta untuk pergi shalat Jum’at di luar. “Kalau ada ayah, pasti kita bisa shalat di mesjid yang orangnya banyak sekali, trus kalo udah gitu bisa langsung jalan-jalan.” Si kecil terus saja membandingkan saya dengan ayahnya, sementara saya sejak kemarin telah berencana ingin istirahat saja di rumah untuk mengisi hari libur kali ini. Kalau sudah begitu, sulit buat saya untuk membujuk mereka memahami kemauan saya, terlebih bila mereka kemudian menelepon sang ayah dan memintanya untuk membujuk saya agar mau mengantar mereka.

“Ya sudah, cepat siap-siap, nanti kesiangan,” kata saya.
“Asyiiikk… Mama cantik deh,” ujar mereka.

Saya tersenyum dan memaksa diri untuk bangkit dari kemalasan. Keadaan seperti ini sering membuat saya merasa tak berdaya melawan keinginan mereka. Dengan tidak adanya ayah mereka di sisi kami, maka mau tak mau saya harus berperan juga menggantikan segala tugas-tugasnya. Mengambil alih posisinya untuk sementara sebagai ayah bagi mereka. Melaksanakan kegiatan rutin yang biasa mereka lakukan.

Saya memilih mengantar mereka ke mesjid Agung untuk shalat Jum’at kali ini, selain karena mereka telah hafal di mana tempat berwudhu, juga karena di situ banyak pilihan tempat untuk menunggu mereka sambil makan di pinggir jalan atau sekedar ‘window shopping’ bersama anak perempuan saya. Ada sedikit rasa kuatir melepas mereka sendiri di tengah orang banyak, terlebih Ryan, kadang tertidur saat mendengar khutbah dan membuat kakaknya kerepotan membangunkan manakala shalat Jum’at akan dimulai.

Pesan-pesan mengalir begitu saja dari mulut saya tatkala mereka telah siap masuk pelataran mesjid Agung. “Jangan tidur ya, de! Kasian mas nanti repot. Sandalnya dimasukkan kresek aja, trus dibawa supaya nanti gak berebut di tempat penitipan. Kalau udah bubar, jangan ke mana-mana. Tunggu aja di pelataran dekat penjual buku situ, nanti mama yang ke sini sama teteh buat shalat dzuhur, setelah itu baru kita jalan-jalan.”
Mereka hanya mengangguk-angguk dan bergandengan tangan berdua memasuki serambi mesjid. Saya berdiri di pintu pagar mesjid sembari memegang tangan Elva, anak sulung kami. Ada rasa haru memandang kedua jagoan kecil saya berjalan menuju rumahNya. Mereka datang dan memasuki rumahNya untuk menyapaNya atas kemauan mereka sendiri. Ada penyesalan mengapa tadi di rumah saya harus merasa berat mengantar mereka. Lelah saya tiba-tiba tergantikan oleh kepuasan yang jauh lebih menyenangkan dibanding waktu istirahat yang saya dapatkan di rumah bila saya hanya tidur-tiduran saja.

Alhamdulillah, saya diberi sedikit petunjuk untuk mau mengalahkan kemauan saya dan mengikuti keinginan mereka, dan inilah yang saya dapatkan, rasa puas, bangga, dan bahagia. Allah selalu memberikan yang terbaik di akhir perjuangan. Saya berjuang melawan rasa malas dan mendapatkan keindahan rasa ini.

“Kita tunggu di mana, Ma?” suara Elva membuyarkan lamunan.
“Teteh maunya jalan-jalan atau mau duduk aja nunggu sambil minum?” jawab saya.
“Duduk aja sambil minum, haus. Jalan-jalannya nanti aja kalo kita udah shalat, jadi rame-rame sama ade.” jawabnya.

Dan jadilah kami melangkah ke ujung lapangan Alun-alun di mana berderet penjual makanan. Kami memilih tempat yang teduh dan mulai memesan es campur. Ketika sedang asyik menikmati semangkuk es campur, suara adzan menggema terdengar keras ke sekeliling mesjid. Peralatan sound yang ada di mesjid sebesar ini pasti bagus, pikir saya dalam hati.

“Ma, di sini banyak juga yang bukan Islam ya?” tanya Elva.
“Ya?” dengan pikiran saya yang sejak tadi berputar, saya merasa kurang yakin dengan apa yang saya dengar atas pertanyaan Elva.
“Di sini banyak yang bukan agama Islam,” suara Elva terdengar lebih keras.
“Kata siapa? Kok teteh bisa tau?” tanya saya bingung.
“Itu banyak laki-laki yang duduk-duduk dan jalan-jalan, mereka gak ke mesjid. Shalat Jum’at kan wajib buat laki-laki,” jawab Elva.
“Oh, itu…” sesaat saya tak tahu harus bicara apa. Saya memang tak tahu agama mereka sebenarnya, karena bisa jadi mereka memang non muslim dan bisa jadi mereka beragama Islam, namun mereka tak mendengar panggilan Allah.

Subhanallah, saya makin bersyukur atas tuntutan anak-anak pada saya untuk mengantar mereka ke mesjid. Allah selalu mengingat orang-orang yang senantiasa mengingatNya dan melupakan orang-orang yang juga senantiasa melupakanNya. Mungkin banyak di antara kita yang telah melupakanNya sehingga Allah tak berkenan membukakan hatinya dan tak mau juga memanggilNya menuju rumahNya.

“Mama gak tau apa agama mereka, sayang. Tapi yang jelas, mereka belum dapat panggilan dari Allah. Hati mereka belum dibukakan, entah karena apa. Yang penting, mama mau teteh selalu dengar panggilan Allah. Kalau dengar adzan, usahakan langsung shalat ya!”

Buat saya sendiri, hal-hal seperti itu memang tak mudah dan harus diperjuangkan. Saat adzan menggema, selalu saja ada kegiatan yang sedang dilakukan. Waktu subuh mungkin sedang pulas-pulasnya tidur, saat dzuhur mungkin sedang mengetik di tempat kerja, saat ashar mungkin sedang dalam pertemuan, saat maghrib mungkin sedang di jalan menuju pulang, saat isya mungkin sedang memeriksa PR anak-anak. Ampuni kelambatan saya memenuhi panggilanMu, ya Allah. Tiada maksud meremehkanMu, apalagi menjadikan kesibukan lebih penting dariMu.

Semoga kita diberi kekuatan untuk bisa mengendalikan waktu kita sebaik mungkin, diberi kekuatan untuk mau meninggalkan urusan dunia sesaat untuk persiapan menuju akhirat, dan semoga hati kita diberi hidayah untuk melihat dan mendengar apa-apa yang dikehendakiNya.

Wallahu a’lam bishshawab.


Leave a Reply